Dewasa ini realitas umat beragama masih di anggap belum ideal seperti adanya saling klaim kebenaran, saling curiga, dan sejenisnya. Pandangan ini mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan oleh lembaga Damai Institute pada Kamis (29/04/2021) di Hotel Lombok Plaza Mataram, NTB.
FGD yang mengusung tema Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat dengan Pengarusutamaan Moderasi Beragama dalam Memperkokoh NKRI tersebut dihadiri oleh 50 orang peserta yang terdiri dari pimpinan dan anggota Khalifatul Muslimin, dan beberapa peserta dari Ormas Islam lainnya yang ada di NTB.
Saat membuka FGD, koordinator program Damai Institute, Awin Azhari, S.Sos menyampaikan keresahan lembaganya akibat terbelahnya umat karena sikap intoleran dalam beragama. Oleh karena itu lanjut Awin, FGD ini dihajatkan untuk mendiskusikan bagaimana pentingnya moderasi dalam beragama sehingga suasana aman dan damai selalu hadir di Indonesia.
FGD yang dipandu oleh Mawardi, MH ini menghadirkan tiga orang narasumber yakni Dr. KH. M. Zaidi Abdad, MA, Kakanwil Kemenag NTB, Drs. Sofian, Kepala Bidang Idielogi, Wawasan Kebangsaan dan Karakter Bangsa, pada Bakesbangpoldagri NTB, dan Ahmad Nurjihadi, MA.
Menurut M. Zaidi Abdad, moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, karena agama dalam dirinya sudah mengandung prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Agama mana pun menurutnya tidak mengajarkan perusakan di muka bumi, kezaliman dan angkara murka.
Dengan demikian agama tidak perlu dimoderatkan lagi, tetapi yang peru dilakukan adalah bagaimana mendorong setiap pemeluk agama untuk berprilaku moderat dalam menjalankan ajaran agama di tengah masyarakat,” ungkapnya.
Sependapat dengan M. Zaidi, Drs. Sofyan menyebut sikap moderasi dalam beragama yang dilakukan oleh warga negara akan memberi kontribusi bagi terbangunnya tatanan kehidupan beragama yang toleran, untuk kamtibmas dan keutuhan NKRI. Bakesbangpoldagri NTB lanjutnya, terus menfasilitasi dan melakukan pembinaan umat beragama sehingga suasana kehidupan sosial di daerah senantiasa kondusif.
Sementara itu Ahmad Nurjihadi membuka pemaparanya dengan menyebut masih adanya realitas umat beragama yang belum ideal seperti saling klaim kebenaran, saling curiga, dan sejenisnya. Fenomena tersebut menurut dosen UIN Mataram ini mengharuskan hadirnya moderasi beragama.
Moderasi beragama menurutnya lebih ditekankan pada bagaimana memoderasi pemahaman, sikap dan perilaku kita dalam mengamalkan ajaran, terutama saat kita berhadapan keluar dengan umat agama lain atau umat seagama yang berbeda pemahaman dengan kita.
menurut saya ke depannya Indonesia bisa menjadi negara kuat dan NKRI terjaga bila warganya menjadikan moderasi beragama sebagai cara berfikir, bersikap dan berprilaku dalam kehidupan sosial intersubyektif,” harap Nurhadi.
Pada sesi diskusi, Kiyai Zulkifli Rahman Amir pimpinan Khalifatul Muslimin wilayah Nusatenggara sepakat dengan semua pemaparan narasumber. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan pandangan tiga narasumer, karena Khalifatul Muslimin menurutnya juga memiliki komitmen untuk menjaga keutuhan bangsa. Bahkan Zulkifli diakhir tanggapannya membacakan maklumat dari Amir Khalifatul Muslimin yang antara lain meminta semua warga bangsa untuk mewaspadai politik adu domba, dengan mengedepankan persatuan.
FGD diakhiri dengan deklarasi bersama seluruh peserta dengan mengikrarkan komitmen untuk sama-sama menjaga keamanan dan ketertiban, menghindari ujaran kebencian, hoax dan sikap intoleransi beragama, serta mengedepankan musyawarah dan mufakat dalam memperkokoh NKRI untuk menuju Indonesia rukun, Indonesia satu dan Indonesia maju